Plan B

Plan BAda seorang sahabat lama yang baru-baru ini berdiskusi dengan saya soal rencananya untuk memulai usaha. Niatnya sudah bulat, segala persiapan sudah dilakukan, bahkan ia sudah bersiap mengundurkan diri dari pekerjaan tetapnya di sebuah perusahaan, sehingga ia bisa full time berbisnis. Namun tepat pada saat ia hendak ‘terjun’, timbul keragu-raguan dalam dirinya. Apakah langkahnya sudah tepat, apakah pilihan bidangnya sudah benar, bagaimana kalau ini tidak jalan, bagaimana kalau kehabisan modal. Pokoknya ada berbagai macam alasan baginya yang menunda dirinya untuk segera bergerak.

Menurut saya, kekhawatiran itu wajar saja, sama seperti setiap langkah pertama yang hendak kita lakukan. Selalu ada keragu-raguan, apakah semua yang direncanakan akan berjalan lancar. Percayalah, kemungkinan semuanya tidak sesuai dengan rencana besar sekali. Disitulah kita dituntut untuk berpikir dan bertindak cepat sebagai seorang pengusaha. Seorang pengusaha, apalagi yang baru memulai, akan menghadapi banyak ketidakpastian, termasuk ketidakpastian untuk mendapatkan penghasilan. Sedangkan bedanya dengan bekerja, setiap akhir atau awal bulan pasti menerima gaji. Untuk itu, berpikirlah cepat dan cermat, lalu ambil keputusan terbaik, termasuk menjalankan rencana cadangan atau Plan B.

Sebelum kita masuk ke cerita mengenai Plan B, kita perlu juga mengetahui bahwa ada beberapa orang yang memiliki tekad yang kuat, dengan menjalankan strategi bakar perahu. Konon kabarnya Julius Caesar saat menyerang Britania, menyuruh pasukannya membakar kapal yang digunakan untuk mencapai tanah Britania, agar tidak ada pilihan bagi prajuritnya untuk pulang, selain bertarung sampai mati atau menang. Seorang teman saya berani menggunakan cara ini. Ia terjun penuh ke bisnis asuransi dengan meninggalkan pekerjaan mapannya dan sepenuh waktu menjalankan profesi barunya. Sebagai agen asuransi, tentunya ketidakpastian penghasilan akan dihadapinya, tetapi dengan nada optimis ia mengatakan  bahwa memang penghasilannya tidak pasti, yaitu setiap bulan akan semakin tinggi. Kalau bekerja kantoran, penghasilannya sudah pasti, yaitu pasti pas-pasan. Saya bukan tipe orang yang seberani dia, oleh karena itu mari kita bahas tentang Plan B.

Sebetulnya sah-sah saja kita memiliki rencana cadangan. Apalagi jika kita punya tanggungan saat memasuki dunia usaha. Hasrat untuk menjadi pengusaha jangan sampai membuat kehidupan keluarga kita menjadi korban, saat tiba-tiba beban baru muncul. Salah satunya adalah dengan memiliki rencana cadangan dalam hal keuangan atau sumber keuangan. Sangat baik apabila kita memulai usaha dengan memiliki cadangan tabungan. Menurut pakar keuangan pribadi yang pernah saya dengar, cadangkan minimal untuk kebutuhan 3 bulan, lebih baik lagi 6 bulan atau bahkan 2 tahun, tergantung seberapa banyak tabungan kita. Namun yang terbaik adalah memiliki cadangan sumber penghasilan. Misalnya, bagi pasangan suami istri, saat sang suami terjun ke usaha, istri memiliki pekerjaan tetap lain. Contoh lain misalnya ada usaha lain yang sudah menghasilkan dan mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Plan B, kadang-kadang merupakan kondisi ideal yang tidak dimiliki oleh semua calon pengusaha. Kebanyakan bahkan merasa sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, tetapi saat terjadi kesulitan baru menyadari bahwa persiapan yang ada ternyata meleset.

Yang menarik justru pemikiran menjadikan bisnis yang kita rencanakan sebagai Plan B, sedangkan kita masih tetap bekerja. Artinya, bisnis kita jalankan sebagai sampingan dahulu. Saat hasilnya sudah mendekati nilai yang kita harapkan, barulah terjun sepenuhnya. Berapa besar nilai yang diharapkan untuk didapat dari bisnis sampingan ini? Menurut mantan dosen entrepreneurship saya, Pak Wahyu Saidi, jika nilai penghasilan dari bisnis sampingan sudah mencapai dua kali lipat dari penghasilan kita saat ini, maka itu artinya kita harus terjun sepenuhnya menjadikan bisnis sampingan itu sebagai yang utama. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana menjalankan bisnis secara sampingan sedangkan kita masih terjebak dalam pekerjaan rutin yang menyita waktu?

Sebuah pelajaran dari salah satu staf development dalam tim saya yang tidak saya sangka-sangka. Suatu hari ia menghadap saya untuk menyampaikan pengunduran dirinya karena hendak menjalankan bisnisnya secara penuh. Mengutip mantan dosen saya, sayapun menanyakan apakah penghasilan sampingannya sudah lebih dari salary yang didapatnya, mengingat sebagai seorang programmer senior, salary nya cukup lumayan. Saya sangat kagum waktu ia menjawab “Ya” dengan menyakinkan. Selama ini ia menjalankan bisnis online-nya secara part-time (dan itu memungkinkan). Penghasilan yang didapatkannya bahkan sudah mampu ia investasikan ke sebuah apartemen menengah. Seketika saya langsung menodongnya, “Kamu harus mengajari saya ya!”

Jadi cobalah berpikir sebaliknya, menjadikan bisnis sebagai Plan B dahulu sambil mengerjakan pekerjaan utama, dan bukan menjalankan bisnis sambil memikirkan Plan B.